BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam ilmu fisika, pengukuran dan
besaran merupakan hal yang bersifat dasar, dan pengukuran merupakan salah satu
syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Aktivitas mengukur menjadi sesuatu yang
sangat penting untuk selalu dilakukan dalam mempelajari berbagai fenomena yang
sedang dipelajari.
Sebelumnya ada baiknya jika kita mengingat definisi pengukuran atau mengukur
itu sendiri. Mengukur adalah kegiatan membandingkan suatu besaran dengan
besaran lain yang telah disepakati. Misalnya menghitung volume balok, maka
harus mengukur untuk dapat mengetahui panjang, lebar dan tinggi balok, setelah
itu baru menghitung volume.
Mengukur dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu
fenomena atau permasalahan secara kualintatik. Dan jika dikaitkan dengan proses
penelitian atau sekedar pembuktian suatu hipotesis maka pengukuran menjadi
jalan untuk mencari data-data yang mendukung. Dengan pengukuran ini
kemudian akan diperoleh data-data numeric yang menunjukan pola-pola tertentu
sebagai bentuk karakteristik dari permasalahan tersebut.
Pentingnya besaran dalam pengukuran, maka dilakukan praktikum ini yang dapat
membantu untuk memahami materi dasar-dasar pengukuran. Dalam mengamati suatu
gejala tidak lengkap apabila tidak dilengkapi dengan data yang didapat dari
hasi pengukuran yang kemudian besaran-besaran yang didapat dari hasil
pengukuran kemudian ditetapkan sebagai satuan.
Dengan salah satu argument di atas, setelah dapat kita ketahui betapa penting
dan dibutuhkannya aktivitas pengukuran dalam fisika, untuk memperoleh hasil /
data dari suatu pengukuran yang akurat dan dapat dipercaya.
1.2 Tujuan Percobaan
a.
Mempelajari dan menggunakan alat-alat ukur
b.
Menentukan volume dan massa jenis zat padat
c.
Menggunakan teori ketidakpastian
1.3 Dasar Teori
Besaran
dan Satuan
Besaran dalam fisika diartikan sebagai sesuatu yang
dapat diukur, serta memiliki nilai besaran (besar) dan satuan. Sedangkan satuan
adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran. Satuan
Internasional (SI) merupakan satuan hasil konferensi para ilmuwan di Paris,
yang membahas tentang berat dan ukuran. Berdasarkan satuannya besaran dibedakan
menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah
besaran yang digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran yang lain. Satuan
besaran pokok disebut satuan pokok dan telah ditetapkan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan para ilmuwan. Besaran pokok bersifat bebas, artinya
tidak bergantung pada besaran pokok yang lain. Dimensi suatu besaran adalah
cara besaran tersebut tersusun atas besaran-besaran pokoknya. Pada sistem Satuan
Internasional (SI), ada tujuh besaran pokok yang berdimensi, sedangkan dua
besaran pokok tambahan tidak berdimensi. Cara penulisan dimensi dari suatu
besaran dinyatakan dengan lambang huruf tertentu dan diberi tanda kurung
persegi.
Alat yang digunakan untuk pengukuran
:
1. Jangka
Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur
panjang yang memiliki ketelitian 0,1 mm dengan ketelitian yang lebih baik dari
mistar. Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter luar suatu tabung,
kawat, atau tebal sebuah buku. Jangka sorong juga dapat digunakan untuk
mengukur diameter bagian dalam tabung atau botol dan juga kedalamannya.
Jangka sorong terdiri atas rahang
tetap yang memiliki skala tetap , rahang geser yang memiliki skala nonius
(vernier) , rahang bawah, rahang atas dan pengukur kedalaman. Pada Jangka
sorong, rahang bawah digunakan untuk mengukur diameter luar tabung dan rahang
atas digunakan untuk mengukur diamater bagian daiam tabung. Adapun bagian ujung
digunakan untuk mengukur kedalaman tabung. Rahang geser jangka sorong dapat
digeser secara bebas disesuaikan dengan ukuran benda. Pada rahang geser
terdapat skala nonius, yaitu skala yang menentukan ketelitian pengukuran pada
jangka sorong. Pada saat keadaan kedua rahang tertutup, yaitu angka 0 skala
utama dalam sentimeter berhimpit dengan angka 0 skala nonius, saat diamati
ternyata panjang 10 skala nonius = 9 mm, ini berarti panjang 1 skala nonius =
0,9 mm. Sehingga selisih antara skala utama pada rahang tetap dengan skala
nonius adalah (1 – 0,9) = 0,1 mm.
Hasil pengukuran dengan jangka
sorong akan memuat angka pasti dari skala utama dan angka taksiran dari skala
nonius yang segaris (berhimpit) dengan skala utama. Penjumlahan dari keduanya
merupakan angka penting. Hasil pengukuran itu dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut :
X =( Xo +
∆X. 0,1 ) mm atau X = hasil skala utama + hasil skala nonius
|
Kegunaan
jangka sorong adalah
Untuk
mengukur suatu benda bagian luar dengan cara diapit. contoh : mengukur
tebal buku.
Untuk
mengukur bagian dalam atau diameter lubang suatu benda, contoh : besar
diameter lubang pipa, botol atau tabung.
Untuk
mengukur kedalamanan celah/lubang pada suatu benda dengan cara
“menancapkan/menusukkan” bagian pengukur pengukur kedalaman.
2. Mikrometer
Sekrup
Mikrometer sekrup atau disebut juga
Mikrometer adalah alat ukur yang lebih cermat dari jangka sorong. Alat ini
dapat digunakan untuk mengukur benda-benda yang tergolong kecil dan tipis,
misalnya diameter pensil, diameter kawat/ kabel listrik, tebal karton, tebal
sehelai kertas hingga diameter rambut. Mikrometer memiliki ketelitian ukur 0,01
mm (Mikrometer analog), bahkan pada Mikrometer elektronik digital, dapat
mencapai ketlitian hingga 0,002 mm (2µm). Berikut
bagian-bagian dari Mikrometer.
Bagian utama Mikrometer adalah poros
ukur yang dapat bergerak, dipasang pada Silinder pemutar ( Bidal). Pada Bidal
terdapat skala Nonius yang memiliki 50 bagian skala. Jika skala Nonius diputar
satu kali putaran (50 skala), maka bidal akan bergerak maju 0,5 mm, yang dapat
diamati pada skala Utama (pada gambar 3.1 (Bidal bergerak maju kearah
kiri) Berarti, jika Bidal diputar satu skala, maka akan bergeser sejauh 0,5 mm
dibagi 50 = 0,01 mm . Hasil pengukuran Mikrometer terhadap sebuah benda, dapat
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :
X =( Xo + ∆X. 0,01 ) mm
Yaitu :
X0 = hasil skala utama
ΔX = hasil skala nonius ( Skala
bidal yang berimpit dengan skala utama)
X = hasil pengukuran Mikrometer terhadap sebuah benda
X = hasil pengukuran Mikrometer terhadap sebuah benda
3. Neraca
Teknis
Alak ukur massa yang sering
digunakan dalam laboratorium fisika adalah neraca teknis dan neraca analitis
karena memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dari pada neraca pasar.
Kedudukan piring akan setimbang bila
jarum petunjuk bergerak bolak balik ke kiri dan ke kanan dengan simpangan yang
sama terhadap posisi setimbang. Jika kedudukan piring tidak setimbang, anak
timbangan ditambahkan pada piring yang terangkat. Ketika meletakkan anak
timbangan atau benda pada piring, neraca harus pada posisi tertahan dan jarum
penunjuk diam. Nilai ukur diperoleh dari jumlah anak timbangan yang berada di
dalam piring neraca seimbang dengan piring neraca yang berisi benda yang
diukur.
4. Neraca Ohaus
Neraca ohauss terdiri dari tiga batang skala, yaitu batang pertama berskala
ratusan gram, batang kedua berskala puluhan gram dan batang ketiga berskala
satuan gram. Neraca ini mempunyai ketelitian hingga 0,1g. Benda yang akan
ditimbang diletakkan di atas piringan. Setelah beban geser disetimbangkan
dengan benda, massa benda dapat dibaca pada skala neraca. Kegunaan neraca
ohauss adalah untuk mengukur massa benda ataulogam dalam praktek laboratorium.
Kapasitas beban yang ditimbang dengan menggunakan neraca ini adalah 311 gram.
Neraca ohaus termasuk kedalam neraca teknis yaitu neraca yang tidak memiliki
ketelitian tinggi. Batas ketelitian neraca Ohauss yaitu 0,1 gram. Karena
ketelitiannya yang rendah neraca ini biasanya dipakai untuk menimbang zat atau
benda yang tidak memerlukan ketelitian yang tinggi.
Terdapat 2 cara untuk mengukur
besaran fisis volume zat yaitu pengukuran langsung (untuk benda dengan bentuk
teratur) dan pengukuran tak langsung. Pengukuran secara langsung dikenal
sebagai cara statis, sedangkan pengukuran tak langsung dikenal sebagai cara
dinamis dan menggunakan hukum-hukum fisika seperti hukum Archimedes sebagai
bantuan. Akibat cara langsung tersebut, maka ketelitian dan kesalahan
pengukuran volume bergantung pada kesalahan dan ketelitian pengukuran
rusuk-rusuknya.
Massa jenis adalah massa per satuan
volume dari suatu zat. Jika benda mempunyai struktur dalam homogeny (mungkin
sebagai anggapan saja), maka :
Fa = ρ . g . V
|
Ket : ρ = massa
jenis (kg/m3)
m
= massa benda (kg)
V
= volume benda(m3)
Pengukuran massa benda
diukur dengan alat yang disebut neraca. Seperti juga alat ukur lain, neraca
juga bermacam-macam dan tiap-tiap macam mempunyai ketelitian sendiri-sendiri.
Hukum Archimedes
Suatu benda yang terbenam dalam fluida akan terangkat ke atas oleh gaya
yang sama besar dengan berat fluida yang dipindahkan, dijabarkan oleh
Archimedes (287 – 212 SM) yang disebut Hukum Archimedes.
FA = Vb .ρf.g
Dimana :
FA : gaya ke atas (gaya angkat Archimedes) (Newton)
Vb : volume benda yang tercelup dalam fluida (m3)
ρf : massa jenis fluida (kg/m3)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
Hukum ini selain untuk menghitung volume juga dapat untuk mengukur massa
jenis zat cairatau zat padat.
Disamping menggunakan prinsip Archimedes, massa jenis zat cair dapat
ditentukan dengan alat yang disebut Aerometer. Pengukuran massa jenis zat cair
dengan Aerometer menggunakan prinsip-prinsip hokum Archimedes
Jika sebuah tangki berisi air diletakan di atas sebuah timbangan pegas
missal beratnya W. sebuah benda yang beratnya w yang tergantung pada seutas
tali diturunkan masuk ke dalam air tadi (tanpa menyinggung dinding dan dasar
tangki),
F pegas + F apung = w
Dengan :
F pegas :
gaya tegangan dalam tali
F apung :
gaya apung
w :
berat benda
Jika S adalah gaya yang dikerjakan terhadap sistem. Menurut hukum ketiga
Newton, gaya ini sama besar dan berlawanan arah dengan gaya yang bekerja
terhadap timbangan.
Artinya, jarum skala timbangan menunjukan pertambahan berat sebesar gaya
apung.
BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1. Alat
1.
Bangku penumpu
2.
Bejana gelas
3.
Jangka sorong
4.
Mikrometer skrup
5.
Neraca teknis
6.
Thermometer
2.2 Bahan
1.
Benda-benda yang di ukur
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Pengukuran Cara Statis
a)
Ukurlah panjang dan lebar benda padat dengan tempat yang berlainan.
Buatlah hasil pengukuran dalam bentuk tabel masing-masing tersendiri.
b)
Ukurlah tebalnya dengan mikrometer skrup juga seperti No. 1.
c)
Tentukan massa benda padat dengan cara menimbang cukup
sekali saja.
d)
Catatlah suhu ruangan pada awal dan akhir percobaan.
e)
Ukurlah benda padat yang lain dengan harga rata-rata
masing-masing penyimpangan.
a. Balok
Volume balok dapat
juga dilakukan dengan cara mengukur panjang lebar dan tinggi dari balok itu
sehingga :
Vbalok = p x l x t
Dengan;
P = panjang balok
L = lebar balok
T = tinggi balok
Untuk
menghitung massa jenis balok dilakukan dengan cara mengukur massa benda
tersebut dibagi dengan volume benda itu sehingga :
Dengan :
v
= volume benda
b. Silinder
volume silinder dapat
juga dilakukan dengan mengukur jari-jari dan panjang silinder itu sehingga:
Vsilinder = π r2.t
Dengan:
d = diameter silinder
t = tinggi silinder
r = jari-jari silinder
Untuk menghitung massa jenis silinder
dilakukan dengan cara mengukur massa benda tersebut dibagi dengan volume benda
itu sehingga :
v
= volume silinder
3.2 Pengukuran Secara
Dinamis
a)
Tentukan massa benda padat dengan cara menimbang.
b)
Timbang sekali lagi benda tersebut yang tergantung pada
tali.
c)
Timbanglah sekali lagi benda yang tergantung tersebut
terendam seluruhnya dalam air. Ingat airnya tidak ikut teribang dan benda tidak
mengenai mengenaib dasar bejana.
d)
Catatlah suhu air dalam ruangan pada awal dan akhir
percobaan
e)
Ulangilah seluruh pengukuran tersebut di atas untuk benda
padat yang lain.
Menghitung volume pada benda padat secara dinamis (
contohnya mengukur volume kunci) dapat dilakukan dengan cara mengurangi massa
udara dengan massa air sehingga :
V = Mu – Ma
Dengan ;
Mu = Massa udara
Ma = Massa air
Massa jenis (rapat massa) suatu zat adalah massa tiap
satuan volume atau dapat dirumuskan:
ρ
= m/v
Dengan
;
ρ
= massa jenis (Kg/m3)
M
= massa zat (Kg)
V
= volume zat (m3)
Jika massa dan volume dapat diketahui dengan cara
menimbang zat itu dengan timbangan atau neraca teknis sehingga besaran massa
dapat diukur langsung dengan alat ukurnya. Untuk mengukur langsung volume zat
padat dapat dilakukan dengan memasukkan zat padat itu ke dalam gelas ukur yang
berisi zat cair. Apabila zat itu tenggelam seluruhnya maka perubahan penunjukan
volume itu dari zat padat tersebut.
Tetapi untuk mengukur volume zat padat besarannya
tidak selalu dapat diukur langsung seperti itu karena terdapat zat padat yang
massa jenisnya lebih kecil dari zat cair sehingga kalau zat padat tersebut
dimasukkan ke dalam zat cair akan mengapung atau melayang ( tidak tenggelam
seluruhnya).
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1. Data Pengamatan
Berdasarkan data
percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan tanggal 21 Oktober 2016, maka
dapat dilaporkan hasil sebagai berikut.
Keadaan Ruangan
|
P (cm) Hg
|
T (oC)
|
C(%)
|
Sebelum Percobaan
|
7,55 cm Hg
|
27oC
|
69%
|
Sesudah Percobaan
|
7,55 cm Hg
|
27oc
|
73%
|
a.
Cara Statis
1) Balok Kuningan
Massa = 33,3 gram
NO.
|
Panjang (cm)
|
Lebar (cm)
|
Tinggi (cm)
|
Volume (cm3)
|
ρ (gr/cm3)
|
1.
|
2,49 cm
|
1,59 cm
|
1,043 cm
|
4,129 cm3
|
8,064 gr/cm3
|
2.
|
2,48 cm
|
1,59 cm
|
1,039 cm
|
4,096 cm3
|
8,129 gr/cm3
|
3.
|
2,48 cm
|
1,58 cm
|
0,994 cm
|
3,894 cm3
|
8,551 gr/cm3
|
X
|
2,483 cm
|
1,587 cm
|
1,025 cm
|
4,040 cm3
|
8,248 gr/cm3
|
∆x
|
0,00334
|
0,00175
|
0,00028
|
0,00540
|
0,04455
|
2) Silinder Aluminium
Massa = 13 gr
NO.
|
Tinggi (cm)
|
Diameter (cm)
|
Jari-jari (cm)
|
Volume (cm3)
|
ρ (gr/cm3)
|
1.
|
2,51 cm
|
1,519 cm
|
0,760 cm
|
4,552 cm3
|
2,816 gr/cm3
|
2.
|
2,51 cm
|
1,519 cm
|
0,760 cm
|
4,552 cm3
|
2,816 gr/cm3
|
3.
|
2,51 cm
|
1,518 cm
|
0,759 cm
|
4,540 cm3
|
2,863 gr/cm3
|
X
|
2,51 cm
|
1,519 cm
|
0,760 cm
|
4,555 cm3
|
2,832 gr/cm3
|
∆x
|
0,025
|
0,000000166
|
0,000000166
|
0,00025
|
0,00031
|
b.
Cara dinamis
1)
Kunci
No.
|
Nama benda
|
Mu (gr)
|
Ma (gr)
|
V (cm3)
|
ρ (gr/cm3)
|
1.
|
Kunci
|
12,3gr
|
10,9 gr
|
1,4 cm3
|
8,786 gr/cm3
|
4.2. Perhitungan
a. Cara Statis
1). Balok Kuningan
Massa = 33,3 gram
·
Percobaan 1
- P = 2,49 cm
- L = 1,59 cm
- T = 1,043 cm
Volume
= P x L x T
= 2,49 cm x 1,59 cm x 1,043 cm
= 4,129 cm3
Massa Jenis
=
m/v
= 33,3/4,129 cm3
=
8,064 gr/cm3
·
Percobaan 2
- P = 2,48cm
- L = 1,59cm
- T = 1,030 cm
Volume
= P x L x T
= 2,48 cm x 1,519 cm x 1,030 cm
= 4,096 cm3
Massa Jenis
=
m/v
= 33,3/4,096cm3
= 8,129 gr/cm3
·
Percobaan 3
- P = 2,48 cm
- L = 1,58m
- T = 0,994 cm
Volume
= P x L x T
= 2,48 cm x 1,58 cm x 0,994 cm
= 3,894 cm3
Massa Jenis
=
m/v
= 33,3gr/3,894 cm3
= 2,863 gr/cm3
· Rata-rata
panjang balok (p) è x = x1+x2+x3+…
X =
2,49+2,48+2,48
=
2,487
∆x pada panjang
∆x=

∆x=0,0058 cm
· Rata-rata
lebar balok (l) è x = x1+x2+x3+….xn
X = 1,59+1,59+1,58
= 1,519
∆x pada Lebar
∆x=

∆x=0,00175 cm
· Rata-rata
tinggi balok (t) è x = x1+x2+x3+….x
X = 1,043+1,030+0,994
= 1,025
∆x pada tinggi
∆x=

∆x=0,00028 cm
· Rata-rata
volume balok (V) è x = x1+x2+x3+….xn
X = 4,129+4,096+3,894
= 4,040cm3
·
∆x pada volume
∆x=

∆x=0,00540 cm
· Rata-rata
massa jenis balok (ρ) è x = x1+x2+x3+….xn
X = 8,064+8,129+8,551
= 8,248
∆x = ∆x pada p
∆x=

∆x=0,04455 cm
Balok
Kuningan
Dik : m = 33,2 gr





Plit
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
![]() |
||||||

8,6
1- 



0,352 X
100%





2,7
![]() |
![]() |
1 –
0,040 x 100%
=
0,96 x 100%
=
96%
2)
Silinder Alumunium
Massa = 13 gr
·
Percobaan
1 :
Pada
percobaan pertama didapatkan
D=1,519
cm r=
=
= 0,760 cm t=2,51
cm


Maka
:
V=πr²t ρ=

V=3,14x(0,760)²x2,51 ρ=

V=4,552 cm³ ρ=2,816g/cm³
·
Percobaan
2 :
Pada
percobaan kedua didapatkan
D=1,519
cm r=
=
= 0,760 cm t=2,51
cm


Maka
:
V=πr²t ρ=

V=3,14x(0,760)²x2,51 ρ=

V=4,552 cm³ ρ=2,816g/cm³
·
Percobaan
3 :
Pada
percobaan ketiga didapatkan
D=1,518
cm r =
=
= 0,759 cm t=2,51
cm


Maka
:
V=πr²t ρ=

V=3,14x(0,760)²x2,51 ρ=

V=4,540 cm³ ρ=2,863g/cm³
·
x dan ∆x pada diameter
x=
= 1,519 cm

∆x=

∆x=0,000000166 cm
·
x dan ∆x pada jari-jari
x=
= 0,760 cm

∆x=

∆x=0,000000166, cm
·
x dan ∆x pada tinggi
x=
= 2,51 cm

∆x=

∆x=0,025 cm
·
x dan ∆x pada volume
x=
= 4,555 cm

∆x=

∆x=0,00025 cm
·
x dan ∆x pada p
x=
= 2,832 cm

∆x=

∆x=0,00031 cm
Silinder
Alumunium
Dik : m = 13 gr




1-
Plit-Perc X 100%

Plit
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
![]() |
||||||
1-
2,7-2,832 X 100%

2,7
1-




0,132 X
100%





2,7
![]() |
![]() |
1 -
0,049 x 100%
=
0,951 x 100%
=
95,1%
B)
Cara Dinamis
1.
Kunci Besi
kunci dengan mᵤ 12,3
gram dan mₐ 10,9 gram
Dik : setara 0.5 gr
Mu =
12.8-0.5 = 12.3 gr
Ma = 10,9 gr
Dit : V & P?
Jawab :
V= mᵤ-mₐ
= 12,3 – 10,9
V=1,4 cm³
ρ=
=
=
= 8,786 gr/cm3



ρ=8,786 gr/cm3
BAB
V
PEMBAHASAN
Pengukuran adalah kegiatan membandingkan besaran untuk
mendapatkan satuan yang dibutuhkan dengan menggunakan alat bantu yaitu alat
ukur. Pada pengukuran lebar dianjurkan untuk menggunakan mikrometer skrup
daripada menggunakan jangka sorong, karena ketelitian mikrometer sekrup lebih
baik dibandingkan jangka sorong, yaitu 0,01 milimeter. Jika digunakan untuk
mengukur tebal benda dengan maksimal 2,5 cm,maka mikrometer sekruplah yang
digunakan, sedangkan jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang atau lebar
suatu bahan dengan ketelitian 0,05 milimeter. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil yang buruk dalam suatu pengukuran, salah satunya ialah kesalahan
pada pembacaan suatu pengukuran. Dalam percobaan ini pengukuran dilakukan
dengan beberapa orang yang berbeda dan dilakukan pengulangan sebanyak 3
kali.
BAB
VI
SIMPULAN
Dari percobaan dan perhitungan yang
telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Mikrometer sekrup digunakan untuk
mengukur ketebalan suatu benda sedangkan jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang serta
lebar suatu benda.
2.Untuk mengetahui volume suatu
benda dapat dilakukan dengan 2 cara. Yaitu dengan cara statis dan dinamis.
3.Pengukuran dengan cara statis dan dinamis
memiliki ketelitian yang berbeda, ketelitian yang dihasilkan dari cara
statis lebih besar dibandingkan dengan cara dinamis.
BAB
VII
DAFTAR
PUSTAKA
Halliday,David
Robert Resnick. 1985. Fisika. Jakarta: Erlangga
Tippler,
Paul A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga
LAMPIRAN
Tugas
Akhir
1. Berikanlah keterangan mengapa
tebal benda tidak diukur dengan jangka sorong, melainkan dengan micrometer
skrup?
2. Apakah massa tali
tipis dapat diabaikan dalam tingkat ketelitian 1%?
3. Tentukan volume
benda-benda padat dengan kedua cara!
4. Dari kedua cara diatas
manakah menurut pengamatan yang paling teliti?
5. Tentukan massa jenis
benda-benda tersebut!
6. Dari langkah 5,
tentukan jenis benda-benda tersebut!
7. Tentukan volume
benda-benda tersebut pada suhu ºC, langkah 6!
8. Sebutkanlah salah satu
cara lain untuk menentukan volume benda padat!
Jawaban :
1. Untuk mengukur
ketebalan benda yang tidak lebih dari 2,5 cm digunakan micrometer skrup, karena
tingkat ketelitiannya lebih baik, yaitu 0,01 milimeter.
Sedangkan kalau memakai jangka sorong memiliki
tingkat ketelitian 0,05 milimeter jadi kurang efektif jika menggunakan jangka
sorong.
2. Tidak, karena pada
tingkat ketelitian 1% massa tali tersebut mempengaruhi ketelitian pengukuran.
3.
Cara Statis
Balok kuningan dengan massa 33,3 gram
P=2,49cm L=1,59
cm T=1,043 cm
V=PxLxT
V=2,49x1,59x1,043
V=4.129cm³
Silinder alumunium dengan massa 13 gram
D=1,519
cm r=0,760
cm t=2,51
cm
V=πr²t
V=3,14x(0,760)²x2,51
V=4,552cm3
Cara dinamis
Kunci dengan
massa di udara (mᵤ) 12,3 gram dan massa di dalam air (mₐ) 10,9 gram.
V= mᵤ- mₐ
V=12,3-10,9
V=1,4 cm³
4.
Yang lebih teliti yaitu menggunakan
metode statis, karena memakai alat bantu ukur yang ketelitiannya signifikan,
sehingga pengukuran nya akan lenih tepat.
5. Balok
kuningan
m= 33,3 gram
V=4.129 cm³
ρ=

ρ=

ρ=8,064
g/cm³
Silinder
alumunium
m=13
gram
r=0,760
cm
t=2,51
cm
V=
4,552 cm³
ρ=

ρ=

ρ=2,816
g/cm³
Kunci
mᵤ=
12,33g
mₐ=10,9
g
V=
1,4cm³
ρ=

ρ=

ρ=6,78
g/cm³
6. Balok
=> kuningan
Silinder => alumunium
Kunci => besi
7. Dikarenakan
perubahan suhu tidak mengalami kenaikan dan penurunan, maka perhitungan
pengukuran tidak berpengaruh apapun terhadap jalannya percobaan
8. Mencelupkan
benda padat kedalam wadah yang berisi air dan sudah diketahui volume awal air
tersebut, maka ketika benda tersebut dicelupkan akan ada perubahan volume.
Untuk mengetahui volume benda tersebut
-


Tidak ada komentar:
Posting Komentar